Catatan Redaksi (Disclaimer): Investigasi ini berangkat dari temuan lapangan (para pengajar dan pengurus chapter) yang belum menerima buku yang dimaksud. Tujuannya adalah mempertanyakan proses distribusi dan dampak dari sebuah proyek, bukan untuk menuduh individu. Ini adalah cubitan sayang untuk asosiasi kita.
Janji Buku Panduan AI untuk Desainer
Buku “DKV dan Kecerdasan Artifisial” yang diluncurkan AIDIA bersama Kemenkraf menjadi misteri. Investigasi visualis.id menemukan bahwa buku panduan AI untuk desainer ini sulit ditemukan, bahkan oleh pengurus AIDIA sendiri. Artikel ini mengungkap kegagalan distribusi yang mengecewakan komunitas desain Indonesia.
Di tengah badai Artificial Intelligence yang menderu, kami, para praktisi desain, seperti pelaut yang kebingungan mencari kompas. Kami menengadah, berharap pada mercusuar asosiasi profesi kita, AIDIA yang katanya telah berkolaborasi hebat dengan Kemenparekraf untuk menerbitkan sebuah buku panduan. Sebuah peta untuk menavigasi badai ini.
Maka, tim investigasi visualis.id memulai sebuah perburuan. Kami mencari ‘harta karun’ intelektual ini, buku bertajuk ‘DKV dan Kecerdasan Artifisial’. Perburuan ini terasa sangat personal bagi kami. Kami bertanya pada rekan-rekan dosen di kampus-kampus besar di Jakarta dan Jogja. Jawabannya sunyi. “Buku apaan?”
Kami tingkatkan pencarian ke ‘sarangnya’ di Bandung. Dan di sinilah ‘cubitan’ itu terasa paling perih. Kami berhasil menghubungi seorang teman yang kebetulan adalah pengurus AIDIA Chapter Bandung. Jawabannya? Mencengangkan. Dia malah tidak tahu menahu tentang keberadaan buku itu.
Lho, lho, lho. Jika pengurus chapter-nya saja tidak tahu, lalu buku ini dibuat untuk siapa?

Kami sisir Tokopedia, Shopee, Gramedia online. Hasilnya? Zonk. Nihil. Satu-satunya jejak digital hanyalah… . Penuh foto seremonial, pejabat tersenyum, petinggi memegang buku. Tapi tidak ada tombol ‘Beli Sekarang’ atau ‘Unduh PDF’ untuk rakyat jelata DKV di luar sana.
Pencarian Gagal: Di Mana Sebenarnya Buku Itu?
Ini adalah misteri yang sempurna. Sebuah produk fisik (buku) tentang subjek digital (AI), tapi tidak bisa ditemukan baik secara fisik maupun digital. Ini membawa kita pada beberapa asumsi “nakal”.
Tiga Asumsi : Ini Sebenarnya Proyek Apa?
Berdasarkan temuan intelijen dan informasi dari “orang dalam” (para dosen dan pengurus chapter), kami merumuskan tiga skenario yang paling mungkin terjadi.
Asumsi 1: Sibuk “Design Thinking”, Lupa “Distribution”?
Kita semua tahu, “Design Thinking” adalah mantra sakti. Para petinggi AIDIA pasti sangat sibuk mengajarkan kita soal empati pada user. Ironisnya, mereka lupa pada step paling krusial: Delivery dan Distribution.
Bagaimana kita mau paham Artificial Intelligence kalau Book Intelligence (cara membagikan buku) saja gagal dieksekusi? Jangan-jangan, mereka terlalu sibuk di level konseptual, sampai lupa cara mengirim paket via JNE. Ini adalah contoh sempurna dari “Design Thinking” yang berhenti di whiteboard.
Asumsi 2: Proyek Etalase (Yang Penting LPJ Beres)
Ini adalah “penyakit” klasik organisasi dan birokrasi. Yang penting adalah kegiatan terlaksana, press release tersebar, dan foto seremonial tercetak. Buku itu sendiri? Itu nomor dua. Yang penting, ada “bukti” bahwa AIDIA dan Kemenkraf telah “melakukan sesuatu” untuk peta pendidikan DKV di Indonesia.
Buku ini menjadi “desain” yang sempurna untuk sebuah etalase: terlihat bagus dari luar, judulnya keren, tapi tidak bisa disentuh atau dibaca. Ia adalah artefak untuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), bukan untuk mencerdaskan praktisi & akademisi.
Asumsi 3: Proyek “Petinggi” (Terbatas di Circle Elite)
Ini skenario paling sinis, tapi paling mungkin. Buku ini dicetak eksklusif, hard cover, kertas bagus. Tapi dicetak terbatas. Untuk siapa? Ya untuk dibagikan di circle elite Jakarta, untuk para pejabat, dan untuk petinggi AIDIA sendiri sebagai “kenang-kenangan”.
Proyek yang mengatasnamakan “DKV Indonesia” ini ternyata tidak pernah direncanakan untuk sampai ke tangan mahasiswa DKV di pelosok, atau bahkan pengurus chapter AIDIA di Bandung. Ia adalah proyek “dari mereka, untuk mereka”.
Kritik AIDIA: Gap Kampus DKV dan Industri Desain Grafis Indonesia 2025
AIDIA dan Kemenparekraf Gandeng Bintang Sempurna Rilis Buku “DKV dan Kecerdasan Artifisial”
Tabel Perbandingan: Ekspektasi vs. Realita Buku AI

Kesimpulan: Saat Buku Tentang Masa Depan, Tersangkut di Masa Lalu
Misteri buku AI yang gaib ini adalah cerminan sempurna dari paradoks yang sering kita kritik. Kita punya asosiasi yang jago di level konseptual dan seremonial, tapi seringkali “zonk” di level eksekusi dan distribusi ke akar rumput.
AIDIA ingin berbicara tentang Artificial Intelligence, tapi mereka masih terjebak dalam Distribution Incompetence.
Ini adalah pelajaran “Design Thinking” yang paling mahal: sebagus apapun produk (buku) yang kamu buat, jika produk itu tidak pernah sampai ke tangan user (dosen & mahasiswa), maka nilai produk itu adalah NOL BESAR.
Jadi, pertanyaan terakhir ini bukan untuk kita, tapi untuk para petinggi yang terhormat:
“Apakah buku itu memang sengaja dibuat gaib, atau kami harus membaca press release-nya saja untuk jadi pintar?”

Pertanyaan yang Sering Muncul (FAQ Schema)
Q: Jadi, bukunya beneran ada atau tidak? A: Bukunya 100% ada. Acara peluncurannya nyata dan diliput media. Masalahnya adalah ketersediaan dan distribusinya. Ia ada sebagai “properti” acara, tapi belum (atau tidak) ada sebagai produk publik.
Q: Bagaimana cara saya (sebagai desainer/dosen) bisa membaca buku itu? A: Berdasarkan investigasi kami, saat ini tidak ada cara yang jelas. Tidak dijual di e-commerce. Bahkan pengurus chapter AIDIA pun tidak tahu. Mungkin Anda bisa mencoba mengirim email resmi langsung ke sekretariat pusat AIDIA. (Semoga berhasil).
Q: Ini salah AIDIA atau Kemenkraf? A: Kemenkraf biasanya bertindak sebagai pendukung (dana). AIDIA adalah eksekutor dan penanggung jawab konten serta distribusinya ke ekosistem DKV. Sebagai asosiasi profesi, AIDIA seharusnya menjadi yang paling berkepentingan agar buku ini sampai ke anggotanya.
Baca juga: Desainer Grafis Masih Relevan atau Cuma Operator AI yang Lebay?
Ancaman Nyata AI di Dunia Desain: Bukan Mesin yang Mengganti, Tapi Desainer yang Malas
- “Punya informasi tentang buku ini? Hubungi redaksi”
- “Bagikan artikel ini untuk mendukung transparansi”